UMKM atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita semua, karena UMKM dapat dengan mudah ditemui di Indonesia karena keberadaannya yang sangat banyak. Bahkan dalam kegiatan sehari-hari pun pasti kita selalu berinteraksi dengan para pelaku usaha UMKM, seperti membeli makanan di pedagang kaki lima ataupun membeli kebutuhan sehari-hari di pasar atau toko kelontong.
Walaupun UMKM terdiri dari usaha-usaha kecil namun UMKM dianggap sebagai salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Dilansir dari kompaspedia.com, pada tahun 2018 UMKM menyerap hingga 117 juta pekerja dan memberikan kontribusi sebesar 61,07% dari total PDB Indonesia atau sebesar Rp8.573 triliun, wow!
Maka dari itu, walaupun terdiri dari usaha-usaha kecil bukan berarti UMKM tidak memiliki payung hukum yang mengatur keberadaannya. Dasar hukum dari UMKM ini terdapat pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM) selain itu terdapat juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesai Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU UMKM yang mengatur lebih lanjut perihal pengembangan usaha, kemitraan, perizinan, dan masih banyak lagi.
Di dalam Pasal 1 angka 1, 2, dan 3 UU UMKM dijelaskan mengenai definisi dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan definisi yang sudah dijelaskan di atas sudah mulai terlihat perbedaan antar usaha. Hal lainnya yang membedakan antara Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah terletak pada kriteria dari masing-masing usaha tersebut.
Kriteria Usaha Mikro:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta.
Kriteria Usaha Kecil:
a. Memiliki kekayaan bersih ≥ Rp50 juta sampai dengan paling banyak Rp500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan ≥ Rp300 juta sampai dengan paling banyak Rp2.5 miliar
Kriteria Usaha Menengah:
a. Memiliki kekayaan bersih ≥ Rp500 juta sampai dengan paling banyak Rp10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan ≥ Rp2.5 miliar sampai dengan paling banyak Rp50 miliar
Lebih lanjut lagi, UMKM merupakan usaha yang memiliki bentuk badan usahanya adalah perorangan dan memiliki perizinan yang berbeda. Jika Usaha Menengah hingga Besar diharuskan memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) maka Usaha Mikro dan Kecil memiliki bentuk perizinan lain, yaitu Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK).
IUMK memiliki dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai UMKM ataupun permasalahan hukum lainnya, silakan kunjungi kami di temanlegal.com